Hi. . .Assalamualaikum Wr.Wb

milkysmile
WELCOME ! Suatu kehormatan bagi saya atas kunjungannya dan jangan lupa mampir lagi di www.duniamegumi.blogspot.com yaa^^ !

YANG DATENG

Selasa, 05 April 2011

Terlambat


Rumah sakit ditempat saya bekerja, biasanya sangat sepi pada bulan
Januari. Saya berada di ruang suster jaga di lantai tujuh. Saat itu
sudah jam 9 malam.
Saya sampirkan sthetoscope melingkari leher saya dan menuju kamar
712, kamar terakhir dari lantai 7. Kamar 712 dimasuki pasien baru
bernama Tuan Williams, seorang laki laki yang pendiam dan tidak
menceritakan tentang keluarganya.
Pada saat saya memasuki kamar, matanya sepertinya ingin tahu siapa
yang datang, tetapi akhirnya sayu ketika mengetahui saya yang
memasuki kamar tersebut. Saya tekan stethoscope ke dadanya dan
mendengarkannya.
Cepat, perlahan, kadang kadang tidak beraturan. Ada indikasi bahwa dia
menderita sedikit. Ia menderita serangan jantung beberapa jam yang
lalu.
Lalu ia berkata, "Suster, maukah kamu....." lalu ia terdiam, dan dari
kelopak matanya mengalir air mata.. saya sentuh tangannya menunggu
kelanjutan bicaranya, lalu ia mengusap airmatanya dan berkata "Maukah
engkau menelpon anakku dan memberitahukannya bahwa aku terkena
serangan jantung... saya tinggal sendirian, dan dia adalah satu
satunya sanak saudara saya."
Pernafasannya tiba tiba saja mencepat, lalu aku naikkan kadar
oxigennya menjadi 8 liter permenit. Lalu saya katakan, tentu saja
saya akan telpon dia, sambil memperhatikan mukanya. Dia menarik
sprei, sehingga dia dapat maju, dari air mukanya terpancar rasa
penting sekali, dan berkata "Maukah engkau memanggilnya sekarang?
Secepat engkau bisa?" Ia bernafas cepat, terlalu cepat. Saya akan
menelepon dia secepatnya kata saya sambil menepuk pundaknya, lalu
saya menuju pintu, mematikan lampu, dan ia menutup mata
dari wajah yang sudah berusia 50 tahun itu. Sebelum saya sampai ke
pintu bapak itu memanggil saya lagi "Suster, bisakah anda memberikan
saya kertas dan pen? "
Lalu saya ambil kertas bekas berwarna kuning, dan pen dari kantong
saya, lalu meninggalkan kamar tersebut menuju ruang suster jaga.
Lalu saya mencari berkas Tuan William, dan mendapatkan nomor telpon
anak Tuan Williams dari sana lalu saya mulai meneleponnya. Suara yang
halus menjawab. "Janie ini Sue Kidd, suster dari Rumah sakit, Saya
menelepon kamu tentang ayah kamu, dia masuk Rumah sakit sore ini
karena sedikit serangan jantung dan ..."
"Oh tidak! ia menjerit mengagetkan saya. "Dia tidak dalam keadaan
sekarat kan?"
"Sekarang dalam keadaan stabil," jawab saya.
Semua terdiam, dan saya menggigit bibir saya. "Kau tidak boleh
membiarkan dia mati!" katanya. Suaranya begitu sedih, membuat tangan
saya gemetar memegang gagang telepon itu. "Ia dalam penanganan yang
paling baik", jawab saya.
"Tapi kamu tidak mengerti," jawabnya. "Ayah dan saya tidak pernah
bicara. Pada ulang tahun ke 21 saya, kami berkelahi, mengenai pacar
saya, lalu saya kabur dari rumah. Saya. Saya tidak mau kembali.
Beberapa bulan ini saya ingin menemuinya untuk meminta maaf, dan
kalimat terakhir yang saya katakan kepadanya adalah aku membencimu!".
Saya mendengar Janie terisak isak.
Saya duduk, mendengarkan dan air mata saya membakar mata saya. Seorang
ayah dan anak, masing masing sangat kehilangan, sehingga membuat saya
memikirkan ayah saya yang jauh, dan sudah lama rasanya saya tidak
mengatakan aku sayang Papa.
Ketika Janie berusaha mengendalikan tangisnya, saya dalam hati berdoa
"Tuhan biarkan anak ini menemukan pengampunan." "Saya datang dalam 30
menit," katanya dan klik! Sambungan telepon terputus. Saya berusaha
menyibukkan diri dengan merapikan kembali file file di meja, tetapi
saya tidak bisa berkonsentrasi.
Kamar 712! Ya saya tahu saya harus kembali ke kamar 712!
Saya setengah berlari kekamar 712 dan secepatnya membuka pintu. Tuan
Williams terbaring tidak bergerak, dan saya mengecek denyut nadinya.
Tidak ada! " Kode 99, kamar 712. Kode 99. Stat." Pemberitahuan
tersebut terdengar di seluruh rumah sakit dalam sekejab, sesudah saya
laporkan ke Dokter jaga. Tuan William terkena serangan jantung!
Dengan secepatnya saya membuat nafas buatan dua kali, lalu menaruh
tangan saya di jantungnya dan mulai memompa dadanya. Saya menghitung
Satu, Dua,Tiga. Pada hitungan ke 15 saya kembali membuat nafas
buatan. Kemanakah bantuan Dokter? Lalu saya lakukan kembali memompa
jantungnya. Saya berkata Oh Tuhan jangan biarkan orang ini mati
anaknya sedang dalam perjalanan, dan jangan biarkan berakhir
seperti ini. Pintu kamar terbuka lebar, Dokter dan suster lainnya
masuk, dan mendorong alat alat bantu. Dokter langsung mengambil alih
memompa jantung. Saya berkata Tuhan, jangan biarkan berakhir seperti
ini, jangan dalam keadaan kepahitan dan kebencian. Anaknya dalam
perjalanan, dan biarkan dia mendapatkan kedamaian. "Mundur" teriak
seorang dokter. Saya menyerahkan kepadanya pengejut lisrik, lalu ia
taruh di dada tuan Williams beberapa kali kami lakukan, tetapi tidak
berhasil, Tuan Williams sudah meninggal.
Suster yang lain mencopotkan selang oksigen, dan alat alat dari tubuh
Tuan Williams, kemudian satu persatu meninggalkan ruangan tersebut,
hanya tinggal saya sendiri sambil bergumam "Bagaimana hal ini bisa
terjadi? Bagaimana? Bagaimana saya menghadapi anaknya?"
Ketika saya keluar dari kamar tersebut, saya melihat seseorang
berdiri di dekat air mancur, dokter yang tadi berada dikamar 712
berdiri disampingnya, berbicara dengannya sambil memegang bahunya.
Lalu dokter itu pergi,meninggalkannya. Dan saya menduga bahwa orang
tersebut adalah Janie.
Janie langsung menyandarkan badannya ke dinding. Rasa terpukul
terlihat dari wajahnya. Dokter telah memberitahukan bahwa ayahnya
telah pergi.
Saya menggandeng tangannya dan membawanya ke ruangan suster. Kami
duduk di bangku hijau tanpa berkata apa-apa. Ia menatap tajam
kalender, dengan tatapan kosong.
"Janie, maafkan saya" lalu Janie menjawab, "Saya tidak pernah
membencinya, kamu tahu, saya mencintainya". Dalam hati saya
berkata "Tuhan tolong Janie"
Tiba tiba Janie berkata " Saya mau melihat ayah saya". Dalam pikiran
saya mengatakan Mengapa engkau ingin menambah kepedihan? Melihat
ayahnya hanya akan menambah kesedihan. Saya berdiri, dan
merangkulnya, lalu kami berjalan perlahan lahan menuju pintu kamar
712.
Sebelum masuk kamar, saya memegang tangan Janie sedikit keras,
berharap agar Janie akan berubah pikiran. Janie membuka pintu kamar,
dan kami menuju ke arah tempat tidur. Janie duduk dipinggir tempat
tidur, dan membenamkan mukanya ke seprai. Saya berusaha untuk tidak
melihat Janie pada saat seperti ini, sedih, sedih ditinggalkan
seseorang dicintainya, yang telah lama tidak bertemu.
Saya bersandar ke meja disamping tempat tidur, dan tangan saya
menyentuh ke sepotong kertas kuning, saya ambil dan membacanya :
Janie ku sayang, aku memaafkanmu. Aku berdoa agar engkau juga
Memaafkanku.
Aku tahu engkau mencintaiku. Aku mencintai engkau juga.
Ayah.

Kertas itu membuat tangan saya bergetar ketika saya menyerahkannya
kepada Janie. Janie membacanya sekali, kemudian dua kali, Wajahnya
perlahan-lahan bersinar, kedamaian mulai terpancar dari matanya.
Kemudian ia memeluk kertas tersebut. Kataku "Terima kasih Tuhan"
sambil melihat ke arah jendela. Beberapa bintang terlihat bersinar di
kegelapan malam. Butiran salju jatuh dijendela dan mencair, pergi
selamanya.
Kehidupan terlihat sama rapuhnya seperti butiran salju. Terima kasih
Tuhan, bahwa Hubungan seringkali dapat rapuh seperti butiran salju,
tetapi dapat diperbaiki kembali, walaupun tidak ada waktu yang indah
yang dialami bersama. Saya bergegas keluar dari kamar, dan menuju
telepon. Saya ingin menelepon ayah saya, dan mengatakan "Saya cinta
engkau"

 ----------

0 komentar:

Posting Komentar